Selasa, 19 Desember 2017

CONTOH MAKALAH ALIRAN AHLUSUNNAH WALJAMAAH

MAKALAH AQIDAH AKHLAK
“ALIRAN AHLUSUNNAH WALJAMAAH”
Guru pembimbing : Idawati S. Ag

Hasil gambar untuk Logo man 19
Disusun oleh : Kelompok  2
·        Ananda Renaldo
·        Aisyah Kamelia
·        Leony Damayanti
·        Maesaroh
·        Yessa Tabbah Mustika
·        Yauma Fikka



XI MIA – 3



                                         KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Golongan Ahlussunah waljamaah yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Ahlussunah waljamaah” yang mungkin dalam pembahasannya di makalah ini masih kurang begitu lengkap. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kriti.
Wasalamu'alaikum Wr.Wb










Jakarta, 10 September 2017


                                                                                                    

                                                                                                     Penyusun
                                                                                                       Kelompok 2







ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................   i
KATA PENGANTAR .......................................................................................................   ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................    iii
BAB I                 PENDAHULUAN ...........................................................................................    1
            1.1 Latar Belakang ............................................................................................         1
            1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................         2
BAB II    PEMBAHASAN ..............................................................................................    3
            2.1. Apa Pengertian Ahlussunnah Wal Jama'ah? ..................................................     3

            2.2. Apa dasar ajarannya? .....................................................................................     4

            2.3. Bagaimana Sejarah perkembangannya Ahlussunnah Wal Jama'ah? .............      5-6

            2.4. Siapa tokoh tokoh dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah? ..................................      7

            2.3. Apa/Bagaimana Doktrin-doktrin/Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama'ah? .....      7-10

KESIMPULAN ...............................................................................................................    11
BAB III   PENUTUP .......................................................................................................    12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................    13





















iii
BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG

            Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW.Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.Kemudian setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
            Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam. Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
            Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi. Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.









1

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan  latar belakang diatas, terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

2.1. Apa Pengertian Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.2. Apa dasar ajarannya?
2.3. Bagaimana Sejarah perkembangannya Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.4. Siapa tokoh tokoh dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.3. Apa/Bagaimana Doktrin-doktrin/Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama'ah?

3. Tujuan Pembahasan
3.1. Memahami Arti dari Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.2. Memahami Dasar Ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.3. Memahami Sejarah Perkembangan Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.4.Mengetahui tokoh-tokoh dalam aliran Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.5. Memahami Isi dari Doktrin-doktrin Ahlussunnah Wal Jama'ah










































2
BAB II
PEMBAHASAN


2.1 PENGERTIAN AHLUSUNNAH WALJAMAAH

            Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .
             Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan hakikat ( Tasawwuf dan Akhlaq ) .
             Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah : Golongan yang mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya’iroh dan Maturidiyah.

            Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan Asya’iroh dengan nama Ahlus sunnah Wa Al Jamaah hanyalah sekedar memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah, musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf
.




















3
2.2 DASAR AJARAN

Diantara ajaran Ahlussunnah adalah:

1.
Megimani dan mengamalkan semuaq yang datang dari Rosulillah saw. Baik yang tercantum di al-Qur’an ataupun di Hadits sebagai bukti dari sikap ‘ubudiyyah pada Allah SWT.
2.
Tidak mencaci makai para Sahabat Nabi, tetapi menghormati dan memintakan ampunan untuk mereka.
3.
Bersedia untuk taqlid pada Ijtihad para Ulama’ Madzahib dalam berbagai masa’il diniyah fiqhiyyah, disamping mempelajari dalil-dalilnya.
4.
Mengimani ayat-ayat mutasyabihat tanpa berusaha untuk mena’wil yang sampai pada batas mentasybihan maupun penta’thilan (menafikan sifat-sifat Allah)
5.
Meyakini bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah al-Qadim, tidak makhluk dan tidak mengalami perubahan.
6.
Tidak beranggapan bahwa Imamah adalah rukum Iman, namun sebagai kewajiban / dlarurah ‘aammah demi kemashlahatan ummat untuk menjalankan syari’at Islam.
7.
Mengakui kekhilafan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
8.
Mencintai ahlul bait Rasulullah SAWdengan tanpa lewat jalur Syi’ah (dibatasi pada 12 imam dan mengkafir-kafirkan sahabat).
9.
Mempercayai bahwa besok di Akhirat orang mu’min dapat melihat Allah SWT sebagaimana dalam firman-firmanNya.
10.
Tidak mengingkari pada bolehnya tawassul dan adanya karomah Auliya’.
11.
Tidak membenarkan ajaran taqiyyah, yakni melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nurani hanya untuk menipu ummat Islam.
12.
Percaya bahwa sebaik kurun / periode adalah masa Rasulullah SAW setelah itu adalah Sahabatnya, setelahnya adalah Tabi’in…Tabi’it Tabi’in … dan seterusnya.

Dan masih banyak beberapa ajaran Ahlussunnah yang tercantum dalam kitab-kitab salaf. Untuk itu, bagi kalangan pesantren (khususnya) dan warga nahdliyyin (umumnya), kamu mohon untuk mengkaji kitab Sulam Taufiq, ‘Aqidatul Awwam, al-Jawahirul Kalamiyyah, Jauharotul Tauhid, al-Hushunul Hamidiyyah, al-Aqidah at Thohawiyyah, an-Nashaa’ihud Diiniyyah, Riyadlus Sholihin, Ibnu Abi Jamroh, Adzkaarun Nawaawi, Tasiirul Jalalain, dan lain sebagainya. Dan sebagai permohonan, kami persilahkan para tokoh masyarakat untuk menelaah kitab Syawahidul Haq dan kitab al-Asaaliib al-Badi’ah, Addurul Fariid Syarah Jauharotut Taukhid dan juga kitab hadits tafsir yang kesemuanya menutur jelas akan fadloilus Shohabah.







4

2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN
1. NU dan ASWAJA Nahdlatul ‘Ulama
                adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap tegaknya ajaran Islam Ahlussunah walJama’ah di Indonesia. Dengan demikian antara NU dan Aswaja mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, NU sebagai organisasi / Jam ‘iyyahmerupakan alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdlatul ‘Ulama.‘Ulama secara lughowi (etimologis / kebahasaan) berarti orang yang pandai, dalam hal ini ilmu agama Islam. Begitu berharganya seorang Ulama,sampai Nabi pernah bersabda yang artinya :
“Ulama itu pewaris Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewaiskan dirham atau dinar, melainkan hanyamewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang cukup banyak.”
.Di Indonesia, seorang ‘Ulama diidentikkan atau biasa disebut “Kyai” yang berarti orang yang sangat dihormati. Agar tidak gampang memperolehgelar “Ulama” atau “Kyai”, maka ada 3 kriteria yaitu :
Norma pokok yang harus dimiliki oleh seorang ‘Ulama adalah ketaqwaan kepada Allah SWT.
• Seorang Ulama mempunyai tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah       SAW, meliput: ucapan, ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mentaldan moralnya.
• Seorang Ulama memiliki tauladan dalam kehidupan sehari – hari seperti : tekun beribadah, tidak cinta dunia, peka terhadap permasalahan dankepentingan umat & mengabdikan hidupnya di jalan Allah SWT.

2. Kyai Hasyim Asy’ari dan NU : Pejuang Syariah
                    Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asy’ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Kakeknya, Kiai Ustman,terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiriPesantren Tambakberas di Jombang.Sejak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, KyaiUtsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, sejak usia 15 tahun,ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain; mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), PesantrenTrenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo).
                    Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Makkah. Di sana ia berguru kepada Syaikh Ahmad Khatibdan Syaikh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.Dalam perjalanan pulang ke Tanah Air, ia singgah di Johor, Malaysia, dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy’arimendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada Abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’arimemosisikan Pesantren Tebuireng sebagai pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional. Di pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan,tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi dan berpidato.
               Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti
kebangkitan ulama
. Organisasi ini berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.



5
                Cikal-bakal berdirinya perkumpulan para ulama yang kemudian menjelma menjadi
 Nahdhatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) tidak terlepas darisejarah Khilafah. Ketika itu, tanggal 3 Maret 1924, Majelis Nasional yang bersidang di Ankara mengambil keputusan,
“Khalifah telah berakhir tugas-tugasnya. Khilafah telah dihapuskan karena Khilafah, pemerintahan dan republik, semuanya menjadi satu gabungan dalam berbagai pengertian dankonsepnya.”

            Keputusan tersebut mengguncang umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Untuk merespon peristiwa itu, sebuah Komite Khilafah(
Comite Chilafat 
) didirikan di Surabaya tanggal 4 Oktober 1924 dengan ketua Wondosudirdjo (kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari SarikatIslam dan wakil ketua KH A. Wahab Hasbullah dari golongan tradisi (yang kemudian melahirkan NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongresKekhilafahan di Kairo( Bandera Islam,16 Oktober 1924). Kemudian pada Desember 1924 berlangsung Kongres al-Islam yang diselenggarakan oleh KomiteKhilafah Pusat (
Centraal Comite Chilafat ).
                Kongres memutuskan untuk mengirim delegasi ke Konferensi Khilafah di Kairo untuk menyampaikan proposalKhilafah. Setelah itu, diadakan lagi Kongres al-Islam di Yogyakarta pada 21-27 Agustus 1925. Topik Kongres ini masih seputar Khilafah dan situasi Hijazyang masih bergolak. Kongres diadakan lagi pada 6 Februari 1926 di Bandung; September 1926 di Surabaya, 1931, dan 1932. Majelis Islam A’la Indonesia(MIAI) yang melibatkan Sarikat Islam (SI), Nahdhatul ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi lainnya menyelenggarakan Kongres pada 26 Februarisampai 1 Maret 1938 di Surabaya. Arahnya adalah menyatukan kembali umat Islam.Meskipun pada awalnya, Kongres Al-Islam merupakan wadah untuk mengatasi perbedaan, pertikaian dan konflik di antara berbagai kelompok umat Islam akibat perbedaan pemahaman dan praktik keagamaan menyangkut persoalan
 furû’iyah (cabang), seperti dilakukan sebelumnya pada KongresUmat Islam (Kongres al-Islam Hindia) di Cirebon pada 31 Oktober-2 November 1922. Namun, pada perkembangan selanjutnya, lebih difokuskan untuk mewujudkan persatuan dan mencari penyelesaian masalah Khilafah.Lahirnya NU sendiri, yang merupakan kelanjutan dari Komite Merembuk Hijaz, yang tujuannya untuk melobi Ibnu Suud, penguasa Saudi saat itu,untuk mengakomodasi pemahaman umat yang bermazhab, jelas tidak terlepas dari sejarah keruntuhan Khilafah. Ibnu Suud sendiri adalah pengganti Syarif Husain, penguasa Arab yang lebih dulu membelot dari Khilafah Utsmaniyah. Jadi, secara historis lahirnya NU tidak terlepas dari persoalan Khilafah. Di sisilain, NU sejak kelahirannya tidak berpaham sekular dan tidak pula anti formalisasi. Bahkan NU memandang formalisasi syariah menjadi sebuah kebutuhan.Hanya saja, yang ditempuh NU dalam melakukan upaya formalisasi bukanlah cara-cara paksaan dan kekerasan, tetapi menggunakan cara gradual yangmengarah pada penyadaran. Hal ini karena sepak terjang NU senantiasa berpegang pada kaidah
 fiqhiyah
seperti:
mâ lâ yudraku kulluh lâ yutraku kulluh
(apayang tidak bisa dicapai semua janganlah kemudian meninggalkan semua);
dar’ al-mafâsid muqaddamun ‘ala jalb al-mashâlih (mencegah kerusakan lebihdidahulukan daripada mengambil kemaslahatan). Sejarah NU menjadi bukti bahwa sejak kelahirannya NU justru concern pada perjuangan formalisasi Islam.



6
2.4 TOKOH- TOKOH PADA ALIRAN AHLU SUNNAH WALJAMAAH
1)          Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111M)
2)          Al-Imam Al-Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210)
3)          Abu Ishaq Al-Isfarayini (w 418/1027)
4)          Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M)
5)          Abu Ishaq Asy-Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M)


2.5 DOKTRIN AJARAN

1)  Akal dan Wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al Qur’an dan akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya untuk memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadapAllah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut Namun akal, menurut Al Maturidi tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang lain.
Dalam masalah amalan baik dan buruk, beliau berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti kemampuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu, walau ia mengakui bahwa akal terkadang tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi ini, wahyu dijadikan sebagai pembimbing.

7
Al Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu :
a)  Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
b)  Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu,
c)   Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk wahyu.
Tentang mengetahui kebaikan dan keburukan Maturidiyah memiliki kesamaan dengan Mu’tazilah, namun tentang kewajiban melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan Maturidiyah berpendapat bahwa ketentuan itu harus didasarkan pada wahyu.
2)  Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
Dalam masalah pemakaian daya ini Al Maturidi memakai faham Imam Abu Hanifah, yaitu adanya Masyiah (kehendak) dan ridha (kerelaan). Kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam kehendak Allah, tetapi ia dapat memilih yang diridhai-Nya atau yang tidak diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan berbuat buruk pun dengan kehendak Allah, tetapi tidak dengan kerelaan-Nya.
3)  Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena qudrat tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
4)  Sifat Tuhan
Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham Mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.

8
5)  Melihat Tuhan
Al Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, hal ini diberitakan dalam. QS. Al Qiyamah ayat 22 dan 23 :
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.
6)  Kalam Tuhan
Al Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara denagn kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara.
Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al Maturidi lebih suka menyebutnya hadits sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al Qur’an.
7)  Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
8)  Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya. Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.



9
9)  Pelaku Dosa Besar
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. 

Menurut Al-Maturidi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.
10)   Iman
      Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan. Al Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14 :
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’."
      Ayat tersebut difahami sebagai penegasan bahwa iman tidak hanya iqrar bi al-lisan, tanpa diimani oleh qalbu. Lebih lanjut Al Maturidi mendasarkan pendapatnya pada QQS. Al Baqarah ; 260,
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
      Dalam ayat tersebut, bukan berarti bahwa Nabi Ibrahim belum beriman, tetapi beliau menginginkan agar keimanannya menjadi keimanan ma’rifah. Ma’rifah didapat melalui penalaran akal. Adapun pengertian iman menurut golongan Bukhara, adalah tashdiq bi al-qalb dan iqrar bi al-lisan, yaitu meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya dengan membawa risalah serta mengakui segala pokok ajaran islam secara verbal.  





10
KESIMPULAN

            Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.
            Yang masuk dalam golongan ini adalah mereka yang mengikuti sunah nabi Muhammad SAW (Ahussunah)dan sahabat para Nabi ( Jamaah ). Pendiri aliran ini adalah Abu al-Hasan al- Asy'ari di Basrah dan Abu Mansur al-Maturidi di Samarkand.

            Konstribsi islam dalam perdamaian dunia dan regional,sedemikian besar dalam sejarah umat manusia.menurut islam,tujuan utama penciptaan manusia adalah saling mengenal dan hidup damai.untuk hal ini kita akan mengacu pada sejumlah ayat al-quran.ahlusunnah merupakan golongan yang luas.

















11
BAB III
PENUTUP
            Demikianlah makalah ini kami susun. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif sangat diharapkan demi kemajuan dan perkembangan pada makalah serta pembelajaran selanjutnya. Semoga kami mendapat nilai yang terbaik dan makalah ini bisa menjadi sumber referensi bagi yang membaca nya. Aamiin.























12
DAFTAR PUSTAKA

master.blogspot.co.id/2013/05/makalah-ilmukalam-ahlussunnah-waljamaah.html
http://www.risalaMAKALAH AQIDAH AKHLAK
“ALIRAN AHLUSUNNAH WALJAMAAH”
Guru pembimbing : Idawati S. Ag

Image result for logo ma 19
Disusun oleh : Kelompok  2
·        Ananda Renaldo
·        Aisyah Kamelia
·        Leony Damayanti
·        Maesaroh
·        Yessa Tabbah Mustika
·        Yauma Fikka



XI MIA – 3



                                         KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Golongan Ahlussunah waljamaah yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Ahlussunah waljamaah” yang mungkin dalam pembahasannya di makalah ini masih kurang begitu lengkap. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kriti.
Wasalamu'alaikum Wr.Wb










Jakarta, 10 September 2017


                                                                                                    

                                                                                                     Penyusun
                                                                                                       Kelompok 2







ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................   i
KATA PENGANTAR .......................................................................................................   ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................    iii
BAB I                 PENDAHULUAN ...........................................................................................    1
            1.1 Latar Belakang ............................................................................................         1
            1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................         2
BAB II    PEMBAHASAN ..............................................................................................    3
            2.1. Apa Pengertian Ahlussunnah Wal Jama'ah? ..................................................     3

            2.2. Apa dasar ajarannya? .....................................................................................     4

            2.3. Bagaimana Sejarah perkembangannya Ahlussunnah Wal Jama'ah? .............      5-6

            2.4. Siapa tokoh tokoh dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah? ..................................      7

            2.3. Apa/Bagaimana Doktrin-doktrin/Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama'ah? .....      7-10

KESIMPULAN ...............................................................................................................    11
BAB III   PENUTUP .......................................................................................................    12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................    13





















iii
BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG

            Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW.Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.Kemudian setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
            Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam. Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
            Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi. Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.









1

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan  latar belakang diatas, terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

2.1. Apa Pengertian Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.2. Apa dasar ajarannya?
2.3. Bagaimana Sejarah perkembangannya Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.4. Siapa tokoh tokoh dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.3. Apa/Bagaimana Doktrin-doktrin/Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama'ah?

3. Tujuan Pembahasan
3.1. Memahami Arti dari Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.2. Memahami Dasar Ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.3. Memahami Sejarah Perkembangan Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.4.Mengetahui tokoh-tokoh dalam aliran Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.5. Memahami Isi dari Doktrin-doktrin Ahlussunnah Wal Jama'ah










































2
BAB II
PEMBAHASAN


2.1 PENGERTIAN AHLUSUNNAH WALJAMAAH

            Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .
             Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan hakikat ( Tasawwuf dan Akhlaq ) .
             Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah : Golongan yang mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya’iroh dan Maturidiyah.

            Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan Asya’iroh dengan nama Ahlus sunnah Wa Al Jamaah hanyalah sekedar memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah, musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf
.




















3
2.2 DASAR AJARAN

Diantara ajaran Ahlussunnah adalah:

1.
Megimani dan mengamalkan semuaq yang datang dari Rosulillah saw. Baik yang tercantum di al-Qur’an ataupun di Hadits sebagai bukti dari sikap ‘ubudiyyah pada Allah SWT.
2.
Tidak mencaci makai para Sahabat Nabi, tetapi menghormati dan memintakan ampunan untuk mereka.
3.
Bersedia untuk taqlid pada Ijtihad para Ulama’ Madzahib dalam berbagai masa’il diniyah fiqhiyyah, disamping mempelajari dalil-dalilnya.
4.
Mengimani ayat-ayat mutasyabihat tanpa berusaha untuk mena’wil yang sampai pada batas mentasybihan maupun penta’thilan (menafikan sifat-sifat Allah)
5.
Meyakini bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah al-Qadim, tidak makhluk dan tidak mengalami perubahan.
6.
Tidak beranggapan bahwa Imamah adalah rukum Iman, namun sebagai kewajiban / dlarurah ‘aammah demi kemashlahatan ummat untuk menjalankan syari’at Islam.
7.
Mengakui kekhilafan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
8.
Mencintai ahlul bait Rasulullah SAWdengan tanpa lewat jalur Syi’ah (dibatasi pada 12 imam dan mengkafir-kafirkan sahabat).
9.
Mempercayai bahwa besok di Akhirat orang mu’min dapat melihat Allah SWT sebagaimana dalam firman-firmanNya.
10.
Tidak mengingkari pada bolehnya tawassul dan adanya karomah Auliya’.
11.
Tidak membenarkan ajaran taqiyyah, yakni melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nurani hanya untuk menipu ummat Islam.
12.
Percaya bahwa sebaik kurun / periode adalah masa Rasulullah SAW setelah itu adalah Sahabatnya, setelahnya adalah Tabi’in…Tabi’it Tabi’in … dan seterusnya.

Dan masih banyak beberapa ajaran Ahlussunnah yang tercantum dalam kitab-kitab salaf. Untuk itu, bagi kalangan pesantren (khususnya) dan warga nahdliyyin (umumnya), kamu mohon untuk mengkaji kitab Sulam Taufiq, ‘Aqidatul Awwam, al-Jawahirul Kalamiyyah, Jauharotul Tauhid, al-Hushunul Hamidiyyah, al-Aqidah at Thohawiyyah, an-Nashaa’ihud Diiniyyah, Riyadlus Sholihin, Ibnu Abi Jamroh, Adzkaarun Nawaawi, Tasiirul Jalalain, dan lain sebagainya. Dan sebagai permohonan, kami persilahkan para tokoh masyarakat untuk menelaah kitab Syawahidul Haq dan kitab al-Asaaliib al-Badi’ah, Addurul Fariid Syarah Jauharotut Taukhid dan juga kitab hadits tafsir yang kesemuanya menutur jelas akan fadloilus Shohabah.







4

2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN
1. NU dan ASWAJA Nahdlatul ‘Ulama
                adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap tegaknya ajaran Islam Ahlussunah walJama’ah di Indonesia. Dengan demikian antara NU dan Aswaja mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, NU sebagai organisasi / Jam ‘iyyahmerupakan alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdlatul ‘Ulama.‘Ulama secara lughowi (etimologis / kebahasaan) berarti orang yang pandai, dalam hal ini ilmu agama Islam. Begitu berharganya seorang Ulama,sampai Nabi pernah bersabda yang artinya :
“Ulama itu pewaris Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewaiskan dirham atau dinar, melainkan hanyamewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang cukup banyak.”
.Di Indonesia, seorang ‘Ulama diidentikkan atau biasa disebut “Kyai” yang berarti orang yang sangat dihormati. Agar tidak gampang memperolehgelar “Ulama” atau “Kyai”, maka ada 3 kriteria yaitu :
Norma pokok yang harus dimiliki oleh seorang ‘Ulama adalah ketaqwaan kepada Allah SWT.
• Seorang Ulama mempunyai tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah       SAW, meliput: ucapan, ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mentaldan moralnya.
• Seorang Ulama memiliki tauladan dalam kehidupan sehari – hari seperti : tekun beribadah, tidak cinta dunia, peka terhadap permasalahan dankepentingan umat & mengabdikan hidupnya di jalan Allah SWT.

2. Kyai Hasyim Asy’ari dan NU : Pejuang Syariah
                    Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asy’ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Kakeknya, Kiai Ustman,terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiriPesantren Tambakberas di Jombang.Sejak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, KyaiUtsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, sejak usia 15 tahun,ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain; mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), PesantrenTrenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo).
                    Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Makkah. Di sana ia berguru kepada Syaikh Ahmad Khatibdan Syaikh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.Dalam perjalanan pulang ke Tanah Air, ia singgah di Johor, Malaysia, dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy’arimendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada Abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’arimemosisikan Pesantren Tebuireng sebagai pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional. Di pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan,tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi dan berpidato.
               Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti
kebangkitan ulama
. Organisasi ini berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.



5
                Cikal-bakal berdirinya perkumpulan para ulama yang kemudian menjelma menjadi
 Nahdhatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) tidak terlepas darisejarah Khilafah. Ketika itu, tanggal 3 Maret 1924, Majelis Nasional yang bersidang di Ankara mengambil keputusan,
“Khalifah telah berakhir tugas-tugasnya. Khilafah telah dihapuskan karena Khilafah, pemerintahan dan republik, semuanya menjadi satu gabungan dalam berbagai pengertian dankonsepnya.”

            Keputusan tersebut mengguncang umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Untuk merespon peristiwa itu, sebuah Komite Khilafah(
Comite Chilafat 
) didirikan di Surabaya tanggal 4 Oktober 1924 dengan ketua Wondosudirdjo (kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari SarikatIslam dan wakil ketua KH A. Wahab Hasbullah dari golongan tradisi (yang kemudian melahirkan NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongresKekhilafahan di Kairo( Bandera Islam,16 Oktober 1924). Kemudian pada Desember 1924 berlangsung Kongres al-Islam yang diselenggarakan oleh KomiteKhilafah Pusat (
Centraal Comite Chilafat ).
                Kongres memutuskan untuk mengirim delegasi ke Konferensi Khilafah di Kairo untuk menyampaikan proposalKhilafah. Setelah itu, diadakan lagi Kongres al-Islam di Yogyakarta pada 21-27 Agustus 1925. Topik Kongres ini masih seputar Khilafah dan situasi Hijazyang masih bergolak. Kongres diadakan lagi pada 6 Februari 1926 di Bandung; September 1926 di Surabaya, 1931, dan 1932. Majelis Islam A’la Indonesia(MIAI) yang melibatkan Sarikat Islam (SI), Nahdhatul ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi lainnya menyelenggarakan Kongres pada 26 Februarisampai 1 Maret 1938 di Surabaya. Arahnya adalah menyatukan kembali umat Islam.Meskipun pada awalnya, Kongres Al-Islam merupakan wadah untuk mengatasi perbedaan, pertikaian dan konflik di antara berbagai kelompok umat Islam akibat perbedaan pemahaman dan praktik keagamaan menyangkut persoalan
 furû’iyah (cabang), seperti dilakukan sebelumnya pada KongresUmat Islam (Kongres al-Islam Hindia) di Cirebon pada 31 Oktober-2 November 1922. Namun, pada perkembangan selanjutnya, lebih difokuskan untuk mewujudkan persatuan dan mencari penyelesaian masalah Khilafah.Lahirnya NU sendiri, yang merupakan kelanjutan dari Komite Merembuk Hijaz, yang tujuannya untuk melobi Ibnu Suud, penguasa Saudi saat itu,untuk mengakomodasi pemahaman umat yang bermazhab, jelas tidak terlepas dari sejarah keruntuhan Khilafah. Ibnu Suud sendiri adalah pengganti Syarif Husain, penguasa Arab yang lebih dulu membelot dari Khilafah Utsmaniyah. Jadi, secara historis lahirnya NU tidak terlepas dari persoalan Khilafah. Di sisilain, NU sejak kelahirannya tidak berpaham sekular dan tidak pula anti formalisasi. Bahkan NU memandang formalisasi syariah menjadi sebuah kebutuhan.Hanya saja, yang ditempuh NU dalam melakukan upaya formalisasi bukanlah cara-cara paksaan dan kekerasan, tetapi menggunakan cara gradual yangmengarah pada penyadaran. Hal ini karena sepak terjang NU senantiasa berpegang pada kaidah
 fiqhiyah
seperti:
mâ lâ yudraku kulluh lâ yutraku kulluh
(apayang tidak bisa dicapai semua janganlah kemudian meninggalkan semua);
dar’ al-mafâsid muqaddamun ‘ala jalb al-mashâlih (mencegah kerusakan lebihdidahulukan daripada mengambil kemaslahatan). Sejarah NU menjadi bukti bahwa sejak kelahirannya NU justru concern pada perjuangan formalisasi Islam.



6
2.4 TOKOH- TOKOH PADA ALIRAN AHLU SUNNAH WALJAMAAH
1)          Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111M)
2)          Al-Imam Al-Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210)
3)          Abu Ishaq Al-Isfarayini (w 418/1027)
4)          Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M)
5)          Abu Ishaq Asy-Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M)


2.5 DOKTRIN AJARAN

1)  Akal dan Wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al Qur’an dan akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya untuk memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadapAllah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut Namun akal, menurut Al Maturidi tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang lain.
Dalam masalah amalan baik dan buruk, beliau berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti kemampuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu, walau ia mengakui bahwa akal terkadang tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi ini, wahyu dijadikan sebagai pembimbing.

7
Al Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu :
a)  Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
b)  Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu,
c)   Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk wahyu.
Tentang mengetahui kebaikan dan keburukan Maturidiyah memiliki kesamaan dengan Mu’tazilah, namun tentang kewajiban melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan Maturidiyah berpendapat bahwa ketentuan itu harus didasarkan pada wahyu.
2)  Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
Dalam masalah pemakaian daya ini Al Maturidi memakai faham Imam Abu Hanifah, yaitu adanya Masyiah (kehendak) dan ridha (kerelaan). Kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam kehendak Allah, tetapi ia dapat memilih yang diridhai-Nya atau yang tidak diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan berbuat buruk pun dengan kehendak Allah, tetapi tidak dengan kerelaan-Nya.
3)  Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena qudrat tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
4)  Sifat Tuhan
Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham Mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.

8
5)  Melihat Tuhan
Al Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, hal ini diberitakan dalam. QS. Al Qiyamah ayat 22 dan 23 :
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.
6)  Kalam Tuhan
Al Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara denagn kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara.
Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al Maturidi lebih suka menyebutnya hadits sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al Qur’an.
7)  Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
8)  Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya. Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.



9
9)  Pelaku Dosa Besar
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. 

Menurut Al-Maturidi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.
10)   Iman
      Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan. Al Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14 :
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’."
      Ayat tersebut difahami sebagai penegasan bahwa iman tidak hanya iqrar bi al-lisan, tanpa diimani oleh qalbu. Lebih lanjut Al Maturidi mendasarkan pendapatnya pada QQS. Al Baqarah ; 260,
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
      Dalam ayat tersebut, bukan berarti bahwa Nabi Ibrahim belum beriman, tetapi beliau menginginkan agar keimanannya menjadi keimanan ma’rifah. Ma’rifah didapat melalui penalaran akal. Adapun pengertian iman menurut golongan Bukhara, adalah tashdiq bi al-qalb dan iqrar bi al-lisan, yaitu meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya dengan membawa risalah serta mengakui segala pokok ajaran islam secara verbal.  





10
KESIMPULAN

            Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.
            Yang masuk dalam golongan ini adalah mereka yang mengikuti sunah nabi Muhammad SAW (Ahussunah)dan sahabat para Nabi ( Jamaah ). Pendiri aliran ini adalah Abu al-Hasan al- Asy'ari di Basrah dan Abu Mansur al-Maturidi di Samarkand.

            Konstribsi islam dalam perdamaian dunia dan regional,sedemikian besar dalam sejarah umat manusia.menurut islam,tujuan utama penciptaan manusia adalah saling mengenal dan hidup damai.untuk hal ini kita akan mengacu pada sejumlah ayat al-quran.ahlusunnah merupakan golongan yang luas.

















11
BAB III
PENUTUP
            Demikianlah makalah ini kami susun. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif sangat diharapkan demi kemajuan dan perkembangan pada makalah serta pembelajaran selanjutnya. Semoga kami mendapat nilai yang terbaik dan makalah ini bisa menjadi sumber referensi bagi yang membaca nya. Aamiin.























12
DAFTAR PUSTAKA

master.blogspot.co.id/2013/05/makalah-ilmukalam-ahlussunnah-waljamaah.html







































13

Tidak ada komentar:
Write komentar