MAKALAH
AQIDAH AKHLAK
“ALIRAN AHLUSUNNAH WALJAMAAH”
Guru pembimbing : Idawati S. Ag
Disusun oleh :
Kelompok 2
·
Ananda Renaldo
·
Aisyah Kamelia
·
Leony
Damayanti
·
Maesaroh
·
Yessa Tabbah
Mustika
·
Yauma Fikka
XI MIA – 3
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi
Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun
agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Golongan Ahlussunah waljamaah
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di
susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat
tentang “Ahlussunah waljamaah” yang mungkin dalam pembahasannya di
makalah ini masih kurang begitu lengkap. Walaupun makalah ini mungkin kurang
sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun mohon untuk saran dan kriti.
Wasalamu'alaikum Wr.Wb
Jakarta,
10 September 2017
Penyusun
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR
....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI
..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah
....................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
2.1. Apa Pengertian
Ahlussunnah Wal Jama'ah? .................................................. 3
2.2. Apa dasar ajarannya?
..................................................................................... 4
2.3. Bagaimana Sejarah
perkembangannya Ahlussunnah Wal Jama'ah? ............. 5-6
2.4. Siapa tokoh tokoh dalam Ahlussunnah
Wal Jama'ah? .................................. 7
2.3.
Apa/Bagaimana Doktrin-doktrin/Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama'ah? ..... 7-10
KESIMPULAN ............................................................................................................... 11
BAB III
PENUTUP ....................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW.
kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan
itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan
komando Rasulullah SAW.Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat,
mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah yang membuat para sahabat
saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam
urusan duniawi.Kemudian setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan
mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun
perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu
yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah
sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam
dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para
sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar,
sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran
Rasulullah SAW.
Saat itu muslimin terpecah dalam dua
bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau
kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid),
Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar,
yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang
dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang
terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah
Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti
sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai
dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga
(al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku
(Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian
akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh
Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam. Lebih
jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah
Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid)
dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang
berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah
Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam
Syafii dan Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum
timbulnya kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu
diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang
yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi.
Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.
1
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
2.1. Apa Pengertian
Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.2. Apa dasar
ajarannya?
2.3. Bagaimana
Sejarah perkembangannya Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.4. Siapa tokoh
tokoh dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.3. Apa/Bagaimana
Doktrin-doktrin/Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama'ah?
3. Tujuan
Pembahasan
3.1. Memahami Arti
dari Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.2. Memahami Dasar
Ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.3. Memahami
Sejarah Perkembangan Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.4.Mengetahui
tokoh-tokoh dalam aliran Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.5. Memahami Isi
dari Doktrin-doktrin Ahlussunnah Wal Jama'ah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN AHLUSUNNAH
WALJAMAAH
Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .
Definisi Aswaja Secara umum adalah :
satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW.
Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan
hakikat ( Tasawwuf dan Akhlaq ) .
Sedangkan definisi Aswaja secara khusus
adalah : Golongan yang mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan
keyakinan jamaah Asya’iroh dan Maturidiyah.
Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan Asya’iroh dengan nama Ahlus sunnah Wa Al Jamaah hanyalah sekedar memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah, musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.
Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan Asya’iroh dengan nama Ahlus sunnah Wa Al Jamaah hanyalah sekedar memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah, musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.
3
2.2 DASAR AJARAN
Diantara ajaran Ahlussunnah adalah:
1.
|
Megimani dan mengamalkan semuaq yang datang dari Rosulillah saw. Baik
yang tercantum di al-Qur’an ataupun di Hadits sebagai bukti dari sikap
‘ubudiyyah pada Allah SWT.
|
2.
|
Tidak mencaci makai para Sahabat Nabi, tetapi menghormati dan memintakan
ampunan untuk mereka.
|
3.
|
Bersedia untuk taqlid pada Ijtihad para Ulama’ Madzahib dalam berbagai
masa’il diniyah fiqhiyyah, disamping mempelajari dalil-dalilnya.
|
4.
|
Mengimani ayat-ayat mutasyabihat tanpa berusaha untuk mena’wil yang
sampai pada batas mentasybihan maupun penta’thilan (menafikan sifat-sifat
Allah)
|
5.
|
Meyakini bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah al-Qadim, tidak makhluk dan
tidak mengalami perubahan.
|
6.
|
Tidak beranggapan bahwa Imamah adalah rukum Iman, namun sebagai kewajiban
/ dlarurah ‘aammah demi kemashlahatan ummat untuk menjalankan syari’at Islam.
|
7.
|
Mengakui kekhilafan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
|
8.
|
Mencintai ahlul bait Rasulullah SAWdengan tanpa lewat jalur Syi’ah
(dibatasi pada 12 imam dan mengkafir-kafirkan sahabat).
|
9.
|
Mempercayai bahwa besok di Akhirat orang mu’min dapat melihat Allah SWT
sebagaimana dalam firman-firmanNya.
|
10.
|
Tidak mengingkari pada bolehnya tawassul dan adanya karomah Auliya’.
|
11.
|
Tidak membenarkan ajaran taqiyyah, yakni melahirkan sesuatu yang
bertentangan dengan nurani hanya untuk menipu ummat Islam.
|
12.
|
Percaya bahwa sebaik kurun / periode adalah masa Rasulullah SAW setelah
itu adalah Sahabatnya, setelahnya adalah Tabi’in…Tabi’it Tabi’in … dan
seterusnya.
|
Dan masih banyak beberapa ajaran
Ahlussunnah yang tercantum dalam kitab-kitab salaf. Untuk itu, bagi kalangan
pesantren (khususnya) dan warga nahdliyyin (umumnya), kamu mohon untuk mengkaji
kitab Sulam Taufiq, ‘Aqidatul Awwam, al-Jawahirul Kalamiyyah, Jauharotul
Tauhid, al-Hushunul Hamidiyyah, al-Aqidah at Thohawiyyah, an-Nashaa’ihud
Diiniyyah, Riyadlus Sholihin, Ibnu Abi Jamroh, Adzkaarun Nawaawi, Tasiirul
Jalalain, dan lain sebagainya. Dan sebagai permohonan, kami persilahkan para
tokoh masyarakat untuk menelaah kitab Syawahidul Haq dan kitab al-Asaaliib
al-Badi’ah, Addurul Fariid Syarah Jauharotut Taukhid dan juga kitab hadits
tafsir yang kesemuanya menutur jelas akan fadloilus Shohabah.
4
2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN
1. NU dan
ASWAJA Nahdlatul ‘Ulama
adalah
sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap
tegaknya ajaran Islam Ahlussunah walJama’ah di Indonesia. Dengan
demikian antara NU dan Aswaja mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan,
NU sebagai organisasi / Jam ‘iyyahmerupakan
alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdlatul
‘Ulama.‘Ulama secara lughowi (etimologis / kebahasaan) berarti orang
yang pandai, dalam hal ini ilmu agama Islam. Begitu berharganya
seorang Ulama,sampai Nabi pernah bersabda yang artinya :
“Ulama itu pewaris Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewaiskan dirham atau
dinar, melainkan hanyamewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya maka ia
telah mengambil bagian yang cukup banyak.”
.Di Indonesia, seorang ‘Ulama diidentikkan atau biasa disebut “Kyai” yang
berarti orang yang sangat dihormati. Agar tidak gampang memperolehgelar “Ulama” atau “Kyai”, maka ada 3 kriteria
yaitu :
• Norma pokok yang harus dimiliki oleh
seorang ‘Ulama adalah ketaqwaan kepada Allah SWT.
• Seorang Ulama
mempunyai tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah SAW, meliput: ucapan,
ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mentaldan moralnya.
• Seorang Ulama memiliki tauladan dalam kehidupan sehari – hari seperti :
tekun beribadah, tidak cinta dunia, peka terhadap permasalahan dankepentingan umat & mengabdikan hidupnya di
jalan Allah SWT.
2. Kyai
Hasyim Asy’ari dan NU : Pejuang Syariah
Kiai Hasyim Asy’ari yang
lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari
nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama
Kiai Asy’ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang.
Kakeknya, Kiai Ustman,terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari
seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiriPesantren Tambakberas di Jombang.Sejak
kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini
mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, KyaiUtsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu
mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Tak puas dengan ilmu yang
diterimanya, sejak usia 15 tahun,ia berkelana dari satu pesantren ke
pesantren lain; mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo),
Pesantren Langitan (Tuban), PesantrenTrenggilis
(Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo).
Pada tahun
1892, Kiai Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Makkah. Di
sana ia berguru kepada Syaikh Ahmad Khatibdan
Syaikh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.Dalam perjalanan pulang ke
Tanah Air, ia singgah di Johor, Malaysia, dan mengajar di sana. Pulang ke
Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy’arimendirikan pesantren di
Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada
Abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’arimemosisikan Pesantren Tebuireng
sebagai pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional. Di pesantren itu
bukan hanya ilmu agama yang diajarkan,tetapi
juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan
membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi dan berpidato.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti
kebangkitan ulama
. Organisasi ini berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim
Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari
ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
5
Cikal-bakal
berdirinya perkumpulan para ulama yang kemudian menjelma menjadi
Nahdhatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) tidak terlepas darisejarah Khilafah. Ketika itu,
tanggal 3 Maret 1924, Majelis Nasional yang bersidang di Ankara mengambil
keputusan,
“Khalifah telah berakhir tugas-tugasnya.
Khilafah telah dihapuskan karena Khilafah, pemerintahan dan republik, semuanya
menjadi satu gabungan dalam berbagai pengertian dankonsepnya.”
Keputusan tersebut mengguncang
umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Untuk merespon peristiwa
itu, sebuah Komite Khilafah(
Comite Chilafat
) didirikan di Surabaya tanggal 4 Oktober 1924 dengan
ketua Wondosudirdjo (kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari SarikatIslam dan wakil
ketua KH A. Wahab Hasbullah dari golongan tradisi (yang kemudian melahirkan
NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongresKekhilafahan
di Kairo( Bandera Islam,16
Oktober 1924). Kemudian pada Desember 1924 berlangsung Kongres al-Islam yang
diselenggarakan oleh KomiteKhilafah Pusat (
Centraal Comite Chilafat ).
Kongres
memutuskan untuk mengirim delegasi ke Konferensi Khilafah di Kairo untuk
menyampaikan proposalKhilafah. Setelah itu, diadakan lagi Kongres al-Islam di Yogyakarta
pada 21-27 Agustus 1925. Topik Kongres ini masih seputar Khilafah dan
situasi Hijazyang masih bergolak. Kongres diadakan lagi pada 6
Februari 1926 di Bandung; September 1926 di Surabaya, 1931, dan 1932.
Majelis Islam A’la Indonesia(MIAI) yang melibatkan Sarikat Islam (SI),
Nahdhatul ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi lainnya menyelenggarakan
Kongres pada 26 Februarisampai 1 Maret 1938
di Surabaya. Arahnya adalah menyatukan kembali umat Islam.Meskipun pada
awalnya, Kongres Al-Islam merupakan wadah untuk mengatasi perbedaan, pertikaian
dan konflik di antara berbagai kelompok umat Islam akibat perbedaan
pemahaman dan praktik keagamaan menyangkut persoalan
furû’iyah (cabang), seperti dilakukan sebelumnya pada KongresUmat Islam (Kongres
al-Islam Hindia) di Cirebon pada 31 Oktober-2 November 1922. Namun, pada
perkembangan selanjutnya, lebih difokuskan untuk mewujudkan persatuan dan mencari penyelesaian masalah Khilafah.Lahirnya
NU sendiri, yang merupakan kelanjutan dari Komite Merembuk Hijaz, yang
tujuannya untuk melobi Ibnu Suud, penguasa Saudi saat itu,untuk
mengakomodasi pemahaman umat yang bermazhab, jelas tidak terlepas dari
sejarah keruntuhan Khilafah. Ibnu Suud sendiri adalah pengganti
Syarif Husain, penguasa Arab yang lebih dulu membelot dari Khilafah
Utsmaniyah. Jadi, secara historis lahirnya NU tidak terlepas dari
persoalan Khilafah. Di sisilain, NU sejak kelahirannya tidak berpaham
sekular dan tidak pula anti formalisasi. Bahkan NU memandang
formalisasi syariah menjadi sebuah kebutuhan.Hanya saja, yang ditempuh NU dalam
melakukan upaya formalisasi bukanlah cara-cara paksaan dan kekerasan, tetapi
menggunakan cara gradual yangmengarah pada
penyadaran. Hal ini karena sepak terjang NU senantiasa berpegang pada kaidah
fiqhiyah
seperti:
mâ lâ yudraku kulluh lâ yutraku kulluh
(apayang tidak bisa dicapai semua janganlah
kemudian meninggalkan semua);
dar’ al-mafâsid muqaddamun ‘ala jalb al-mashâlih (mencegah kerusakan lebihdidahulukan daripada mengambil kemaslahatan).
Sejarah NU menjadi bukti bahwa sejak kelahirannya NU justru concern
pada perjuangan formalisasi Islam.
6
2.4 TOKOH- TOKOH PADA ALIRAN AHLU SUNNAH
WALJAMAAH
1) Al-Ghazali
(450-505 H/ 1058-1111M)
2) Al-Imam
Al-Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210)
3) Abu
Ishaq Al-Isfarayini (w 418/1027)
4) Al-Qadhi
Abu Bakar Al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M)
5) Abu
Ishaq Asy-Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M)
2.5 DOKTRIN AJARAN
1) Akal dan Wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan
pada Al Qur’an dan akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi
oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan
kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Hal tersebut sesuai
dengan ayat-ayat Al Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya
untuk memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadapAllah melalui pengamatan
dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Jika akal tidak
memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia
untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh
iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban
yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut Namun akal, menurut Al Maturidi
tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang lain.
Dalam masalah amalan baik dan buruk, beliau
berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu
itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti
kemampuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu, walau ia mengakui bahwa akal
terkadang tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi ini, wahyu dijadikan sebagai
pembimbing.
7
Al Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada
tiga macam, yaitu :
a) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui
kebaikan sesuatu itu.
b) Akal dengan sendirinya hanya
mengetahui keburukan sesuatu itu,
c) Akal tidak mengetahui kebaikan
dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk wahyu.
Tentang mengetahui kebaikan dan keburukan
Maturidiyah memiliki kesamaan dengan Mu’tazilah, namun tentang kewajiban
melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan Maturidiyah berpendapat bahwa
ketentuan itu harus didasarkan pada wahyu.
2) Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena
segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia,
kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki
kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya
dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar
manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta
daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan
demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar
manusia.
Dalam masalah pemakaian daya ini Al Maturidi memakai
faham Imam Abu Hanifah, yaitu adanya Masyiah (kehendak) dan ridha (kerelaan).
Kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam
kehendak Allah, tetapi ia dapat memilih yang diridhai-Nya atau yang tidak
diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan
Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan berbuat buruk pun
dengan kehendak Allah, tetapi tidak dengan kerelaan-Nya.
3) Kekuasaan dan Kehendak
Mutlak Tuhan
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki
kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak
berarti bahwa Allah berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena
qudrat tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya
sendiri.
4) Sifat Tuhan
Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar,
kalam, dan sebagainya. Al Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan
sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu
mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain
adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat,
sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang
qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini
cenderung mendekati faham Mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan
terhadap adanya sifat Tuhan.
8
5) Melihat Tuhan
Al Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat
Tuhan, hal ini diberitakan dalam. QS. Al Qiyamah ayat 22 dan 23 :
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di
akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia
immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena
keadaan di sana beda dengan dunia.
6) Kalam Tuhan
Al Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun
dengan huruf dan bersuara denagn kalam nafsi (sabda yang sebenarnya
atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam
yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak
dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali
dengan suatu perantara.
Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al
Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al Maturidi lebih suka menyebutnya hadits
sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al Qur’an.
7) Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada
yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan
keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang
bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak
lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban
tersebut antara lain:
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar
kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan
manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya,
Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang
sudah ditetapkan-Nya.
8) Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi,
tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah
membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya. Pandangan ini tidak
jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah
kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.
9
9) Pelaku Dosa Besar
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar
tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat.
Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia
sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang
musyrik.
Menurut Al-Maturidi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.
10) Iman
Dalam masalah
iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al
qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan. Al Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14 :
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah
beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk',
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’."
Ayat tersebut
difahami sebagai penegasan bahwa iman tidak hanya iqrar bi al-lisan, tanpa
diimani oleh qalbu. Lebih lanjut Al Maturidi mendasarkan pendapatnya pada QQS.
Al Baqarah ; 260,
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya
Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang
mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim
menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap
(dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor
burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan
diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah
mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dalam ayat
tersebut, bukan berarti bahwa Nabi Ibrahim belum beriman, tetapi beliau
menginginkan agar keimanannya menjadi keimanan ma’rifah. Ma’rifah didapat
melalui penalaran akal. Adapun pengertian iman menurut golongan Bukhara, adalah
tashdiq bi al-qalb dan iqrar bi al-lisan, yaitu meyakini dan membenarkan dalam
hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya dengan membawa
risalah serta mengakui segala pokok ajaran islam secara verbal.
10
KESIMPULAN
Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah
adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara
golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah
(mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah
‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah
kaum Muslimin.
Yang masuk dalam golongan ini adalah mereka yang mengikuti sunah nabi Muhammad SAW (Ahussunah)dan sahabat para Nabi ( Jamaah ). Pendiri aliran ini adalah Abu al-Hasan al- Asy'ari di Basrah dan Abu Mansur al-Maturidi di Samarkand.
Konstribsi islam dalam perdamaian dunia dan regional,sedemikian besar dalam sejarah umat manusia.menurut islam,tujuan utama penciptaan manusia adalah saling mengenal dan hidup damai.untuk hal ini kita akan mengacu pada sejumlah ayat al-quran.ahlusunnah merupakan golongan yang luas.
Yang masuk dalam golongan ini adalah mereka yang mengikuti sunah nabi Muhammad SAW (Ahussunah)dan sahabat para Nabi ( Jamaah ). Pendiri aliran ini adalah Abu al-Hasan al- Asy'ari di Basrah dan Abu Mansur al-Maturidi di Samarkand.
Konstribsi islam dalam perdamaian dunia dan regional,sedemikian besar dalam sejarah umat manusia.menurut islam,tujuan utama penciptaan manusia adalah saling mengenal dan hidup damai.untuk hal ini kita akan mengacu pada sejumlah ayat al-quran.ahlusunnah merupakan golongan yang luas.
11
BAB
III
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif sangat diharapkan
demi kemajuan dan perkembangan pada makalah serta pembelajaran selanjutnya. Semoga
kami mendapat nilai yang terbaik dan makalah ini bisa menjadi sumber referensi
bagi yang membaca nya. Aamiin.
12
DAFTAR
PUSTAKA
master.blogspot.co.id/2013/05/makalah-ilmukalam-ahlussunnah-waljamaah.html
http://www.risalaMAKALAH
AQIDAH AKHLAK
“ALIRAN AHLUSUNNAH WALJAMAAH”
Guru pembimbing : Idawati S. Ag
Disusun oleh :
Kelompok 2
·
Ananda Renaldo
·
Aisyah Kamelia
·
Leony
Damayanti
·
Maesaroh
·
Yessa Tabbah
Mustika
·
Yauma Fikka
XI MIA – 3
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi
Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun
agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Golongan Ahlussunah waljamaah
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di
susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat
tentang “Ahlussunah waljamaah” yang mungkin dalam pembahasannya di
makalah ini masih kurang begitu lengkap. Walaupun makalah ini mungkin kurang
sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun mohon untuk saran dan kriti.
Wasalamu'alaikum Wr.Wb
Jakarta,
10 September 2017
Penyusun
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR
....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI
..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah
....................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
2.1. Apa Pengertian
Ahlussunnah Wal Jama'ah? .................................................. 3
2.2. Apa dasar ajarannya?
..................................................................................... 4
2.3. Bagaimana Sejarah
perkembangannya Ahlussunnah Wal Jama'ah? ............. 5-6
2.4. Siapa tokoh tokoh dalam Ahlussunnah
Wal Jama'ah? .................................. 7
2.3.
Apa/Bagaimana Doktrin-doktrin/Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama'ah? ..... 7-10
KESIMPULAN ............................................................................................................... 11
BAB III
PENUTUP ....................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW.
kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan
itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan
komando Rasulullah SAW.Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat,
mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah yang membuat para sahabat
saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam
urusan duniawi.Kemudian setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan
mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun
perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu
yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah
sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam
dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para
sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar,
sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran
Rasulullah SAW.
Saat itu muslimin terpecah dalam dua
bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau
kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid),
Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar,
yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang
dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang
terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah
Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti
sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai
dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga
(al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku
(Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian
akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh
Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam. Lebih
jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah
Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid)
dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang
berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah
Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam
Syafii dan Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum
timbulnya kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu
diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang
yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi.
Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.
1
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
2.1. Apa Pengertian
Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.2. Apa dasar
ajarannya?
2.3. Bagaimana
Sejarah perkembangannya Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.4. Siapa tokoh
tokoh dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah?
2.3. Apa/Bagaimana
Doktrin-doktrin/Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama'ah?
3. Tujuan
Pembahasan
3.1. Memahami Arti
dari Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.2. Memahami Dasar
Ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.3. Memahami
Sejarah Perkembangan Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.4.Mengetahui
tokoh-tokoh dalam aliran Ahlussunnah Wal Jama'ah
3.5. Memahami Isi
dari Doktrin-doktrin Ahlussunnah Wal Jama'ah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN AHLUSUNNAH
WALJAMAAH
Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .
Definisi Aswaja Secara umum adalah :
satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW.
Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan
hakikat ( Tasawwuf dan Akhlaq ) .
Sedangkan definisi Aswaja secara khusus
adalah : Golongan yang mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan
keyakinan jamaah Asya’iroh dan Maturidiyah.
Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan Asya’iroh dengan nama Ahlus sunnah Wa Al Jamaah hanyalah sekedar memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah, musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.
Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan Asya’iroh dengan nama Ahlus sunnah Wa Al Jamaah hanyalah sekedar memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah, musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.
3
2.2 DASAR AJARAN
Diantara ajaran Ahlussunnah adalah:
1.
|
Megimani dan mengamalkan semuaq yang datang dari Rosulillah saw. Baik
yang tercantum di al-Qur’an ataupun di Hadits sebagai bukti dari sikap
‘ubudiyyah pada Allah SWT.
|
2.
|
Tidak mencaci makai para Sahabat Nabi, tetapi menghormati dan memintakan
ampunan untuk mereka.
|
3.
|
Bersedia untuk taqlid pada Ijtihad para Ulama’ Madzahib dalam berbagai
masa’il diniyah fiqhiyyah, disamping mempelajari dalil-dalilnya.
|
4.
|
Mengimani ayat-ayat mutasyabihat tanpa berusaha untuk mena’wil yang
sampai pada batas mentasybihan maupun penta’thilan (menafikan sifat-sifat
Allah)
|
5.
|
Meyakini bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah al-Qadim, tidak makhluk dan
tidak mengalami perubahan.
|
6.
|
Tidak beranggapan bahwa Imamah adalah rukum Iman, namun sebagai kewajiban
/ dlarurah ‘aammah demi kemashlahatan ummat untuk menjalankan syari’at Islam.
|
7.
|
Mengakui kekhilafan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
|
8.
|
Mencintai ahlul bait Rasulullah SAWdengan tanpa lewat jalur Syi’ah
(dibatasi pada 12 imam dan mengkafir-kafirkan sahabat).
|
9.
|
Mempercayai bahwa besok di Akhirat orang mu’min dapat melihat Allah SWT
sebagaimana dalam firman-firmanNya.
|
10.
|
Tidak mengingkari pada bolehnya tawassul dan adanya karomah Auliya’.
|
11.
|
Tidak membenarkan ajaran taqiyyah, yakni melahirkan sesuatu yang
bertentangan dengan nurani hanya untuk menipu ummat Islam.
|
12.
|
Percaya bahwa sebaik kurun / periode adalah masa Rasulullah SAW setelah
itu adalah Sahabatnya, setelahnya adalah Tabi’in…Tabi’it Tabi’in … dan
seterusnya.
|
Dan masih banyak beberapa ajaran
Ahlussunnah yang tercantum dalam kitab-kitab salaf. Untuk itu, bagi kalangan
pesantren (khususnya) dan warga nahdliyyin (umumnya), kamu mohon untuk mengkaji
kitab Sulam Taufiq, ‘Aqidatul Awwam, al-Jawahirul Kalamiyyah, Jauharotul
Tauhid, al-Hushunul Hamidiyyah, al-Aqidah at Thohawiyyah, an-Nashaa’ihud
Diiniyyah, Riyadlus Sholihin, Ibnu Abi Jamroh, Adzkaarun Nawaawi, Tasiirul
Jalalain, dan lain sebagainya. Dan sebagai permohonan, kami persilahkan para
tokoh masyarakat untuk menelaah kitab Syawahidul Haq dan kitab al-Asaaliib
al-Badi’ah, Addurul Fariid Syarah Jauharotut Taukhid dan juga kitab hadits
tafsir yang kesemuanya menutur jelas akan fadloilus Shohabah.
4
2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN
1. NU dan
ASWAJA Nahdlatul ‘Ulama
adalah
sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap
tegaknya ajaran Islam Ahlussunah walJama’ah di Indonesia. Dengan
demikian antara NU dan Aswaja mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan,
NU sebagai organisasi / Jam ‘iyyahmerupakan
alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdlatul
‘Ulama.‘Ulama secara lughowi (etimologis / kebahasaan) berarti orang
yang pandai, dalam hal ini ilmu agama Islam. Begitu berharganya
seorang Ulama,sampai Nabi pernah bersabda yang artinya :
“Ulama itu pewaris Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewaiskan dirham atau
dinar, melainkan hanyamewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya maka ia
telah mengambil bagian yang cukup banyak.”
.Di Indonesia, seorang ‘Ulama diidentikkan atau biasa disebut “Kyai” yang
berarti orang yang sangat dihormati. Agar tidak gampang memperolehgelar “Ulama” atau “Kyai”, maka ada 3 kriteria
yaitu :
• Norma pokok yang harus dimiliki oleh
seorang ‘Ulama adalah ketaqwaan kepada Allah SWT.
• Seorang Ulama
mempunyai tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah SAW, meliput: ucapan,
ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mentaldan moralnya.
• Seorang Ulama memiliki tauladan dalam kehidupan sehari – hari seperti :
tekun beribadah, tidak cinta dunia, peka terhadap permasalahan dankepentingan umat & mengabdikan hidupnya di
jalan Allah SWT.
2. Kyai
Hasyim Asy’ari dan NU : Pejuang Syariah
Kiai Hasyim Asy’ari yang
lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari
nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama
Kiai Asy’ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang.
Kakeknya, Kiai Ustman,terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari
seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiriPesantren Tambakberas di Jombang.Sejak
kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini
mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, KyaiUtsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu
mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Tak puas dengan ilmu yang
diterimanya, sejak usia 15 tahun,ia berkelana dari satu pesantren ke
pesantren lain; mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo),
Pesantren Langitan (Tuban), PesantrenTrenggilis
(Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo).
Pada tahun
1892, Kiai Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Makkah. Di
sana ia berguru kepada Syaikh Ahmad Khatibdan
Syaikh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.Dalam perjalanan pulang ke
Tanah Air, ia singgah di Johor, Malaysia, dan mengajar di sana. Pulang ke
Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy’arimendirikan pesantren di
Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada
Abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’arimemosisikan Pesantren Tebuireng
sebagai pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional. Di pesantren itu
bukan hanya ilmu agama yang diajarkan,tetapi
juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan
membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi dan berpidato.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti
kebangkitan ulama
. Organisasi ini berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim
Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari
ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
5
Cikal-bakal
berdirinya perkumpulan para ulama yang kemudian menjelma menjadi
Nahdhatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) tidak terlepas darisejarah Khilafah. Ketika itu,
tanggal 3 Maret 1924, Majelis Nasional yang bersidang di Ankara mengambil
keputusan,
“Khalifah telah berakhir tugas-tugasnya.
Khilafah telah dihapuskan karena Khilafah, pemerintahan dan republik, semuanya
menjadi satu gabungan dalam berbagai pengertian dankonsepnya.”
Keputusan tersebut mengguncang
umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Untuk merespon peristiwa
itu, sebuah Komite Khilafah(
Comite Chilafat
) didirikan di Surabaya tanggal 4 Oktober 1924 dengan
ketua Wondosudirdjo (kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari SarikatIslam dan wakil
ketua KH A. Wahab Hasbullah dari golongan tradisi (yang kemudian melahirkan
NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongresKekhilafahan
di Kairo( Bandera Islam,16
Oktober 1924). Kemudian pada Desember 1924 berlangsung Kongres al-Islam yang
diselenggarakan oleh KomiteKhilafah Pusat (
Centraal Comite Chilafat ).
Kongres
memutuskan untuk mengirim delegasi ke Konferensi Khilafah di Kairo untuk
menyampaikan proposalKhilafah. Setelah itu, diadakan lagi Kongres al-Islam di Yogyakarta
pada 21-27 Agustus 1925. Topik Kongres ini masih seputar Khilafah dan
situasi Hijazyang masih bergolak. Kongres diadakan lagi pada 6
Februari 1926 di Bandung; September 1926 di Surabaya, 1931, dan 1932.
Majelis Islam A’la Indonesia(MIAI) yang melibatkan Sarikat Islam (SI),
Nahdhatul ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi lainnya menyelenggarakan
Kongres pada 26 Februarisampai 1 Maret 1938
di Surabaya. Arahnya adalah menyatukan kembali umat Islam.Meskipun pada
awalnya, Kongres Al-Islam merupakan wadah untuk mengatasi perbedaan, pertikaian
dan konflik di antara berbagai kelompok umat Islam akibat perbedaan
pemahaman dan praktik keagamaan menyangkut persoalan
furû’iyah (cabang), seperti dilakukan sebelumnya pada KongresUmat Islam (Kongres
al-Islam Hindia) di Cirebon pada 31 Oktober-2 November 1922. Namun, pada
perkembangan selanjutnya, lebih difokuskan untuk mewujudkan persatuan dan mencari penyelesaian masalah Khilafah.Lahirnya
NU sendiri, yang merupakan kelanjutan dari Komite Merembuk Hijaz, yang
tujuannya untuk melobi Ibnu Suud, penguasa Saudi saat itu,untuk
mengakomodasi pemahaman umat yang bermazhab, jelas tidak terlepas dari
sejarah keruntuhan Khilafah. Ibnu Suud sendiri adalah pengganti
Syarif Husain, penguasa Arab yang lebih dulu membelot dari Khilafah
Utsmaniyah. Jadi, secara historis lahirnya NU tidak terlepas dari
persoalan Khilafah. Di sisilain, NU sejak kelahirannya tidak berpaham
sekular dan tidak pula anti formalisasi. Bahkan NU memandang
formalisasi syariah menjadi sebuah kebutuhan.Hanya saja, yang ditempuh NU dalam
melakukan upaya formalisasi bukanlah cara-cara paksaan dan kekerasan, tetapi
menggunakan cara gradual yangmengarah pada
penyadaran. Hal ini karena sepak terjang NU senantiasa berpegang pada kaidah
fiqhiyah
seperti:
mâ lâ yudraku kulluh lâ yutraku kulluh
(apayang tidak bisa dicapai semua janganlah
kemudian meninggalkan semua);
dar’ al-mafâsid muqaddamun ‘ala jalb al-mashâlih (mencegah kerusakan lebihdidahulukan daripada mengambil kemaslahatan).
Sejarah NU menjadi bukti bahwa sejak kelahirannya NU justru concern
pada perjuangan formalisasi Islam.
6
2.4 TOKOH- TOKOH PADA ALIRAN AHLU SUNNAH
WALJAMAAH
1) Al-Ghazali
(450-505 H/ 1058-1111M)
2) Al-Imam
Al-Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210)
3) Abu
Ishaq Al-Isfarayini (w 418/1027)
4) Al-Qadhi
Abu Bakar Al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M)
5) Abu
Ishaq Asy-Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M)
2.5 DOKTRIN AJARAN
1) Akal dan Wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan
pada Al Qur’an dan akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi
oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan
kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Hal tersebut sesuai
dengan ayat-ayat Al Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya
untuk memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadapAllah melalui pengamatan
dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Jika akal tidak
memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia
untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh
iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban
yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut Namun akal, menurut Al Maturidi
tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang lain.
Dalam masalah amalan baik dan buruk, beliau
berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu
itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti
kemampuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu, walau ia mengakui bahwa akal
terkadang tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi ini, wahyu dijadikan sebagai
pembimbing.
7
Al Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada
tiga macam, yaitu :
a) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui
kebaikan sesuatu itu.
b) Akal dengan sendirinya hanya
mengetahui keburukan sesuatu itu,
c) Akal tidak mengetahui kebaikan
dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk wahyu.
Tentang mengetahui kebaikan dan keburukan
Maturidiyah memiliki kesamaan dengan Mu’tazilah, namun tentang kewajiban
melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan Maturidiyah berpendapat bahwa
ketentuan itu harus didasarkan pada wahyu.
2) Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena
segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia,
kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki
kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya
dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar
manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta
daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan
demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar
manusia.
Dalam masalah pemakaian daya ini Al Maturidi memakai
faham Imam Abu Hanifah, yaitu adanya Masyiah (kehendak) dan ridha (kerelaan).
Kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam
kehendak Allah, tetapi ia dapat memilih yang diridhai-Nya atau yang tidak
diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan
Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Allah, dan berbuat buruk pun
dengan kehendak Allah, tetapi tidak dengan kerelaan-Nya.
3) Kekuasaan dan Kehendak
Mutlak Tuhan
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki
kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak
berarti bahwa Allah berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena
qudrat tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya
sendiri.
4) Sifat Tuhan
Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar,
kalam, dan sebagainya. Al Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan
sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu
mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain
adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat,
sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang
qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini
cenderung mendekati faham Mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan
terhadap adanya sifat Tuhan.
8
5) Melihat Tuhan
Al Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat
Tuhan, hal ini diberitakan dalam. QS. Al Qiyamah ayat 22 dan 23 :
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di
akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia
immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena
keadaan di sana beda dengan dunia.
6) Kalam Tuhan
Al Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun
dengan huruf dan bersuara denagn kalam nafsi (sabda yang sebenarnya
atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam
yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak
dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali
dengan suatu perantara.
Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al
Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al Maturidi lebih suka menyebutnya hadits
sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al Qur’an.
7) Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada
yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan
keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang
bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak
lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban
tersebut antara lain:
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar
kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan
manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya,
Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang
sudah ditetapkan-Nya.
8) Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi,
tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah
membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya. Pandangan ini tidak
jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah
kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.
9
9) Pelaku Dosa Besar
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar
tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat.
Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia
sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang
musyrik.
Menurut Al-Maturidi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.
10) Iman
Dalam masalah
iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al
qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan. Al Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14 :
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah
beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk',
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’."
Ayat tersebut
difahami sebagai penegasan bahwa iman tidak hanya iqrar bi al-lisan, tanpa
diimani oleh qalbu. Lebih lanjut Al Maturidi mendasarkan pendapatnya pada QQS.
Al Baqarah ; 260,
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya
Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang
mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim
menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap
(dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor
burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan
diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah
mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dalam ayat
tersebut, bukan berarti bahwa Nabi Ibrahim belum beriman, tetapi beliau
menginginkan agar keimanannya menjadi keimanan ma’rifah. Ma’rifah didapat
melalui penalaran akal. Adapun pengertian iman menurut golongan Bukhara, adalah
tashdiq bi al-qalb dan iqrar bi al-lisan, yaitu meyakini dan membenarkan dalam
hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya dengan membawa
risalah serta mengakui segala pokok ajaran islam secara verbal.
10
KESIMPULAN
Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah
adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara
golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah
(mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah
‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah
kaum Muslimin.
Yang masuk dalam golongan ini adalah mereka yang mengikuti sunah nabi Muhammad SAW (Ahussunah)dan sahabat para Nabi ( Jamaah ). Pendiri aliran ini adalah Abu al-Hasan al- Asy'ari di Basrah dan Abu Mansur al-Maturidi di Samarkand.
Konstribsi islam dalam perdamaian dunia dan regional,sedemikian besar dalam sejarah umat manusia.menurut islam,tujuan utama penciptaan manusia adalah saling mengenal dan hidup damai.untuk hal ini kita akan mengacu pada sejumlah ayat al-quran.ahlusunnah merupakan golongan yang luas.
Yang masuk dalam golongan ini adalah mereka yang mengikuti sunah nabi Muhammad SAW (Ahussunah)dan sahabat para Nabi ( Jamaah ). Pendiri aliran ini adalah Abu al-Hasan al- Asy'ari di Basrah dan Abu Mansur al-Maturidi di Samarkand.
Konstribsi islam dalam perdamaian dunia dan regional,sedemikian besar dalam sejarah umat manusia.menurut islam,tujuan utama penciptaan manusia adalah saling mengenal dan hidup damai.untuk hal ini kita akan mengacu pada sejumlah ayat al-quran.ahlusunnah merupakan golongan yang luas.
11
BAB
III
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif sangat diharapkan
demi kemajuan dan perkembangan pada makalah serta pembelajaran selanjutnya. Semoga
kami mendapat nilai yang terbaik dan makalah ini bisa menjadi sumber referensi
bagi yang membaca nya. Aamiin.
12
DAFTAR
PUSTAKA
master.blogspot.co.id/2013/05/makalah-ilmukalam-ahlussunnah-waljamaah.html
13
Tidak ada komentar:
Write komentar